Fiqih Dakwah (8)


Tujuan dakwah:

Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (QS. Ali ‘Imran [3] : 79)

Dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Abu Rafi’ Al-Qurazi di saat para pendeta Yahudi dan orang-orang Nasrani Najran berkumpul di hadapan Nabi Saw, lalu Nabi Saw mengajak mereka masuk Islam. Maka ia (Abu Rafi’ Al-Qurazi) berkata, “Hai Muhammad, apakah engkau menghendaki agar kami menyembahmu, sebagaimana orang-orang Nasrani menyembah Isa ibnu Maryam?”

Sedangkan seorang lelaki dari kalangan Nasrani Najran yang dikenal dengan nama Ar-Rais mengatakan, “Apakah memang seperti itu yang engkau kehendaki dari kami, hai Muhammad, dan yang kamu serukan kepada kami?” Atau perkataan itu pengertiannya. Maka Rasulullah Saw menjawab melalui sabdanya:

Kami berlindung kepada Allah agar kami tidak menyembah kepada selain Allah, dan (kami berlindung kepada Allah) aagr kami tidak memerintahkan penyembahan kepada selain Allah. Bukan itu yang Allah utuskan kepadaku, dan bukan itu pula yang diperintahkan-Nya kepadaku.[1]

Atau dengan kalimat yang semakna dengan pengertian di atas. Maka Allah menurunkan berkenaan dengan ucapan kedua orang tersebut ayat berikut, yaitu firman-Nya: Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, sampai dengan firman-Nya: di waktu kalian sudah (menganut agama) Islam (Q.S. Ali Imran: 80)

Adapun firman Allah Swt : Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia Berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Maksudnya tidak layak bagi seorang manusia yang diberi Al-Kitab, Hikmah dan kenabian, berkata kepada manusia, “Sembahlah aku bersama Allah.”

Apabila hal ini tidak layak bagi seorang nabi dan tidak pula bagi seorang rasul, terlebih lagi bagi seorang manusia selain dari kalangan para nabi dan para rasul. Karena itulah Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tidak layak bagi seorang mukmin memerintahkan kepada manusia untuk menyembah dirinya. Al-Hasan Al-Bisri mengatakan bahwa dikatakan demikian karena umat terdahulu (yakni Ahli KItab) sebagian dari mereka menyembah sebagian yang lain; mereka menyembah rahib-rahib dan pendeta-pendetanya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At-Taubah: 31)

حَدَّثَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ يَزِيدَ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ حَرْبٍ عَنْ غُطَيْفِ بْنِ أَعْيَنَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي عُنُقِي صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ وَسَمِعْتُهُ يَقْرَأُ فِي سُورَةِ بَرَاءَةٌ { اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ } قَالَ أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ شَيْئًا حَرَّمُوهُ

Husain bin Yazid Al Kufi menceritakan kepada kami, Abdus-salam bin Harb menceritakan kepada kami dari Ghuthaif bin A’yan dari Mush’ab bin Sa’ad dari Adi bin Hatim RA, ia berkata: Aku pernah menemui Nabi SAW. Saat itu aku memakai kalung salib yang terbuat dari emas. Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Hai Adi, buang berhala ini.” Aku juga mendengar beliau membaca ayat dalam surah Baraa’ah, “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah. ” (Qs. At-Taubah [9]: 31) Lalu Rasulullah SAW bersabda. Mereka tidak menyembah orang-orang alim dan rahib-rahib, akan tetapi apabila orang-orang alim dan rahib-rahib menghalalkan sesuatu. maka merekapun menghalalkannya dan apabila orang-orang alim dan rahib-rahib mengharamkan sesuatu maka merekapun mengharamkannya, ”

Orang-orang yang tidak mengerti dari kalangan para rahib dan para pendeta serta pemimpin-pemimpin kesesatanlah yang termasuk kedalam golongan orang-orang yang dicela dan dicemoohkan oleh ayat ini. Lain halnya dengan para rasul dan para pengikut mereka dari kalangan ulama yang amilin (mengamalkan ilmunya). Maka sesungguhnya yang mereka perintahkan hanyalah apa-apa yang diperintahkan oleh Allah Swt, lalu disampaikan oleh para rasul kepada mereka. Sesungguhnya yang mereka larang hanyalah apa-apa yang dilarang oleh rasul-rasul Allah yang mulia. Semua rasul merupakan delegasi yang menghubungkan antara Allah dan makhluk-Nya untuk menyampaikan risalah dan amanat yang diembankan kepada mereka oleh Allah Swt, lalu mereka menunaikan tugas ini dengan sempurna, menasihati makhluk Allah, dan menyampaikan kebenaran kepada makhluk-Nya.

Firman Allah Swt : akan tetapi (Dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.

Arti Rabbani menurut Ibnu Abbas, Abu Razin adalah orang-orang yang bijaksana, orang-orang alim lagi orang-orang penyantun. Menurut Al-Hasan adalah orang-orang ahli fiqih, ahli Ibadah dan ahli takwa. Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Bahwa makna yang dimaksud ialah sudah merupakan suatu keharusan bagi orang yang memahami al-Qur’an menjadi orang yang ahli fiqih. Tu’allimuna disini menurutnya dibaca ta’lamuna, yang artinya memahami maknanya. Sedangkan makna tadrusuna ialah hafal lafaz-lafaznya.

[1] Tafsir Ibnu Katsir, Juz I, hlm. 342

Tinggalkan komentar